SURAT TERBUKA UNTUK PENULIS PEMULA
FYI, ini bukan tulisan motivasional ya.
Beberapa bulan ini aku berhenti
nulis dan posting tulisan. Kenapa? Yah sebagaimana alasan banyak orang. “Nggak
PD dengan tulisan sendiri.” Ya ampun sudah seberapa lama lika-liku kehidupan
tulis menulis ini kujalani dan masih juga kena virus takut komentar orang
tersebut? Jujur saja “Yes” memang begitu adanya.
Aku
lagi suka baca portal-portal seperti medium, qureta, thecoversation, alif.id dan
banyak portal lain, yang isinya tulisan-tulisan kritis nan penuh ilmu. Berasa
habis baca artikel jadi auto pinter, karena banyak pengetahuan baru gitu. Baca
macem itu akhirnya timbul dong keinginan bisa nulis sekeren tulisan di sana.
Tapi lagi-lagi, sayangnya aku bukan mereka yang bisa menulis sebegitu epic,
enak dibaca, dan yang terpenting dari tulisan itu, isinya nggak main-main.
Dari
sana timbullah standar tulisan yang baru. Tulisan sistematis, isinya padet
dengan pengetahuan-pengetahuan baru, dan enak dibaca. Akhirnya mulailah
petualanganku dengan tulisan-tulisan impianku. Masih ingat, cerita bulan lalu.
Sengaja aku mendengarkan ceramah seorang dai terkemuka kala itu. Dalam hati
bergumam “Oke aku akan buat ulasan ceramah ini nanti”. Laptop dan headset sudah
siap. Aku mulai mendengarkan apa yang aku ketik (eh kebalik ngga sih. Mengetik
apa yang kudengarkan maksudnya).
Usai mengetik dengan sekenanya
tadi, kuulang video di youtube itu beberapa kali untuk menyempurnakan ketikan
yang masih tertinggal. Nggak cukup sampai sampai sana. “Ayo sekarang buat
pembahasannya, harus baca yang banyak dong, cari referensi yang banyak dong
biar bagus gitu.” Maka mulailah aku menulis dengan sebegitu ribetnya. Dan walhasil
satu tulisan itu sukses membuatku jenuh. Males untuk membukanya lagi karena
merasa “Ih jelek banget”. Dan tentu seperti kebanyakan yang penulis pemula lakukan.
Memasukkannya ke dalam daftar tulisan mangkrak bersama ratusan judul lainnya.
Cerita
kedua. Ini ceritanya tulisan yang kuharapkan sudah sukses jadi. Memang nggak
banyak referensi karena ini merupakan tulisan reportase sebuah kelas singkat
tentang perempuan dan terorisme. Seperti yang kuharapkan, tulisan ini kukirim
ke salah satu portal kesayanganku. Setelah berminggu menunggu ternyata tidak
ada feedback, yang sudah barang tentu bisa kalian tebak. Tulisanku nggak layak gaes
untuk memasuki dunia portal keren seperti itu. (Begini ya rasanya ditolak)
Baiklah.
Jadi apa yang ingin kusampaikan di sini?
Ini
perlu kamu camkan ya (kayak lagunya lastchild aja sih). Aku ngga lagi ngajarin
kamu buat nulis seenaknya tanpa mencari referensi. Camkan rek. Nanti aku
dianggap ngajari jelek lagi. Nggak, bukan seperti itu. Maksudku, jangan
memaksakan prosesmu. Kayak kita lagi sekolah. Masak iya sih habis TK udah mau
kuliah. Kan harus masuk SD dulu, SMP, SMA baru bisa kuliah. Nulis juga gitu.
Kalau sekarang bisanya nulis remeh temeh, gaya tulisan yang apa adanya, yaudah
nikmatin proses itu. Imbangi juga dengan baca, cari referensi satu dua. Tapi
dengerin aku, kamu ngga wajib membuat tulisan yang halah halah
(Wow-wow). Kamu sangat boleh menulis dengan bahagia, bukan tertekan. Serius.
Kecuali memang kamu punya mentor dan itu tugas dari mentormu, maka seriusi
proses perlompatan itu.
Kedua
nih. Jadi lagi-lagi ini penting. Mungkin ada satu dua pembaca yang bakalan
protes. “Kamu gagal ngirim tulisan ke media, trus ngajak orang lain berhenti
berusaha gitu?” oke ini nggak akan mix sense sama orang-orang yang positive
vibe-nya sudah di atas rata-rata. Dan nggapapa, kamu ngga harus setuju
dengan pendapatku kan?
Jadi
gini, ngga semua orang tahan banting bos. Ngga semua orang bisa kuat ratusan
kali nulis dan ngirim kemudian baru diterima dan seneng. Model yang satu kali
nulis, susah payah, trus kecewa dan putus asa juga buanyak. Nah coba kita
fikirkan lagi, Memang wajib ya hukumnya masuk ke portal yang bagus-bagus itu? “Loh,
keren lo Mbak!”. Oke kalau kamu mengukur dirimu kuat dalam proses itu maka
teruskan. Itu hebat banget.
Tapi buat
kamu yang merasa tidak mampu (untuk saat ini), melalui kesulitan itu. Aku mau
bilang sesuatu buat kamu aja. Kalau tulisan kita nggak diterima, maka buatlah
sendiri portalmu, cetak sendiri bukumu, bagikan tulisanmu. Banyak juga penulis
yang berhasil dengan kisah serupa. Dee Lestari, Cak Nun, Ahmad Rifa’i Rif’an
dan mungkin masih banyak yang lain lagi adalah contoh-contohnya.
Jadilah
merdeka dalam menulis, bahagialah dan yang paling penting pede aja ngeshare
tulisan amatirmu ke orang lain. Nggak semua orang bisa menyelesaikan tulisan apalagi
berani membagikannya. Setiap tulisan punya pembacanya sendiri-sendiri. Percaya
aja, semua yang ada di bumi ini pasti ada manfaatnya. Termasuk kenapa Allah
bisa membiarkan jemarimu menari dan membuat tulisan. Di luar sana pasti ada
satu dua orang yang mengambil manfaat dari tulisanmu. Maka dari itu, bebaskan
dirimu dari belenggu, menulislah dengan merdeka! Eits, yang bernilai positif
tentunya.
Makasih udah membaca, Ya!
@Fitriyesss
Comments
Post a Comment
Makasih ya udah baca, kuy komen