PEMBELAJARAN ONLINE ATAU PENUGASAN ONLINE?
sumber : unsplash.com |
Beberapa waktu
yang lalu saya menonton unggahan dari akun Pak Ganjar Pranowo yang berjudul
“Curhatan Siswa yang Kebanyakan Tugas”. Untuk
mendapatkan informasi dari kedua sudut pandang, Pak Ganjar menghadirkan dua
orang murid yang mengirim pesan keluhan pada beliau, dan seorang guru, Bu Yuyun,
untuk memberikan konfirmasi perihal tersebut.
Kita
akan membahas masalah pembelajaran dalam jaringan ini satu persatu. Pertama,
mari kita tengok terlebih dahulu dari sudut pandang siswa. Dalam video tersebut
yang menjadi keluhan salah satu siswa adalah tugas yang menumpuk, belum selesai
satu tugas sudah diberi tugas lagi. Ini yang kemudian menjadi pemicu apakah
pembelajaran di rumah ini menjadi pembelajaran online atau penugasan online?
Apakah guru harus memberikan pembelajaran berbentuk tugas atau ada cara lain
yang lebih efektif?
Diskusi
ini menjadi semakin menarik ketika Bu Yuyun memberikan konfirmasi bahwa selama
memberikan pengajaran daring ini beliau lebih memilih untuk memberikan
pembelajaran online secara langsung
sesuai jam mengajar daripada membebani siswa dengan tugas-tugas. Yang
kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah benar yang disebut pembelajaran
online itu harus dilakukan dalam waktu yang sama kedua belah pihak dan kemudian
yang berbentuk penugasan itu kurang tepat disebut dengan pembelajaran online?
Dalam
pembelajaran online yang sering kita dengar adalah online learning dan
e-learning. Saya dulu sempat salah dalam memahami dua istilah ini. E-learning
adalah singkatan dari elektronik learning, sudah kebayang kan ya kalau yang namanya
elektronik learning berarti pembalajaran yang memanfaatkan alat-alat elektronik
terutama teknologi modern, bisa berupa radio, hp, komputer, internet dan lain
sebagainya. Sedangkan online learning adalah pembelajaran yang menggunakan
bantuan internet dalam pelaksanaannya. Jadi online learning adalah bagian dari
e-learning. Dari sini sudah kembali dari jalan yang sesat ya? Hehe. Nah untung
saja indonesia lebih memudahkan kita dengan istilah pembelajaran dalam jaringan
atau daring. Bahkan bebrapa waktu yang lalu telah dikeluarkan panduan SPADA
(sistem pembelajaran daring) oleh kemenristekdikti.
Kembali ke pertanyaan tadi, apakah
pembelajaran online harus dilakukan sebagaimana yang dijelaskan oleh Bu Yuyun dengan
model guru dan murid sama-sama online di waktu yang sama? Jawabannya ternyata
boleh tapi tidak harus. Mengapa demikian?
Dalam pembelajaran online kita akan menemukan istilah model synchronous dan asynchronous. Belibet ya istilahnya? Bahasa gampangnya adalah pembelajaran sinkron dan asinkron. Pembelajaran sinkron adalah bentuk pembelajaran online yang mengharuskan guru dan murid online di waktu yang sama. Jika di mindflash.com disebutkan dengan istilah real time. Kita ambil contoh video conference, diskusi online, panggilan group dan lain sebagainya. Aplikasi atau software yang dapat digunakan juga bermacam seperti skype, zoom, google meet up, line calling, live streaming dan lain sebagainya. Kebayang kan kalau kita tidak menandai jadwal belajar kita dan lupa, maka kita akan ketinggalan materi.
Dalam pembelajaran online kita akan menemukan istilah model synchronous dan asynchronous. Belibet ya istilahnya? Bahasa gampangnya adalah pembelajaran sinkron dan asinkron. Pembelajaran sinkron adalah bentuk pembelajaran online yang mengharuskan guru dan murid online di waktu yang sama. Jika di mindflash.com disebutkan dengan istilah real time. Kita ambil contoh video conference, diskusi online, panggilan group dan lain sebagainya. Aplikasi atau software yang dapat digunakan juga bermacam seperti skype, zoom, google meet up, line calling, live streaming dan lain sebagainya. Kebayang kan kalau kita tidak menandai jadwal belajar kita dan lupa, maka kita akan ketinggalan materi.
Sedangkan,
berkebalikan dengan istilah tersebut, pembelajaran asinkron adalah pembelajaran
yang tidak mengharuskan guru dan murid online di waktu yang sama. Guru dapat
mengunggah materi maupun instrumen evaluasi pembelajaran di platform yang telah
ia pilih, kemudian siswa dapat mengatur sendiri kapan ia akan belajar dan
menyelesaikan pembelajaran. Contoh dari asynchronous learning ini adalah
berbagai LMS (Learning Management Sistem) tempat kita membuat lingkungan kelas
online seperti edmodo, google classroom, schoology. Contoh lain dari
pembelajaran asinkron adalah web, email, MOOC (Masive Open Online Learning)
seperti edx, futurelearn, indonesiax dan lainnya.
Kedua model
ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kelebihan dari pembelajaran
sinkron adalah adanya real time communication, percakapan yang nyata
antara guru dan siswa. Kelebihan ini memberikan peluang adanya classroom
engagement, rasa keterikatan dengan diskusi, siswa merasa mendapat reward saat
bisa bertanya pada guru, guru juga bisa memberikan feedback secara langsung
berupa tanggapan maupun pujian. Seperti yang dijelaskan di thebestschool.org,
model pembelajaran seperti ini sangat cocok digunakan apabila kita masih dalam
masa transisi dari pembelajaran tradisional ke pembelajaran online. Maka tidak
salah jika Bu Yuyun menyebutkan bahwa pembelajaran model ini efektif digunakan,
dan seperti tanggapan dari salah satu narasumber siswanya. “Saya akan senang
jika kelas modelnya demikian pak.”
Berkebalikan
dengan hal itu, model pembelajaran online asinkron tidak mengikat siswa dengan
waktu tertentu. Guru dapat mengunggah materinya, kemudian siswa dapat mengatur
sendiri kapan dia akan membuka materi tersebut dan menyelesaikan evaluasi yang
ada. Model ini cocok sekali digunakan untuk mereka yang memiliki aktifitas
lain, seperti bekerja, belajar di tempat lain, sehingga ia dapat mengatur
sendiri waktu belajarnya. Tidak hanya itu, karena materi bisa diakses kapan
saja, siswa memiliki kesempatan untuk mengulang-ulang materi jika ia belum
faham. Mungkin nih ya, ceritanya jadi seperti temen saya yang curhat bahwa ketika
diminta online jawaban lucu dari muridnya adalah “Maaf Bu tadi bantuin bapak ngerit
pari (memanen padi).” Kekurangannya jika diterapkan untuk siswa, mungkin
bagi sebagian besar siswa akan mengalami kesulitan. Mengapa? Karena pada budaya
pendidikan kita terutama di sekolah formal, jadwal pembelajaran diatur oleh
sekolah. ini tentu berpengaruh terhadap daya self managing yang dimiliki
siswa. Maka tidak salah jika model asinkron ini perlu pembiasaan yang cukup
panjang.
Lalu bagusan
mana nih saya pake yang singkron apa yang asingkron mbak? Jawaban saya adalah
tergantung bagaimana karakteristik siswa bapak atau ibu. Kita akan membahas
topik ini di tulisan yang berbeda, karena juga berhubungan dengan poin-poin keterbatasan
model-model pembelajaran online. Akan tetapi secara sederhana tentu Bapak dan
Ibu sudah memiliki gambaran bukan, apakah murid akan lebih mudah menerima pembelajaran
dengan model sinkron atau asinkron?
Boleh diskusi di komen nggih
Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.
Salam Hangat,
Dyah Ayu Fitriana @fitriyesss
Comments
Post a Comment
Makasih ya udah baca, kuy komen